Meskipun sekarang sudah
jaman modern, pasien yang akan menjalani operasi bedah otak masih merasa takut
dengan prosedurnya. Rongga tengkorak adalah salah satu area paling yang lemah
dalam anatomi tubuh manusia, dan otak adalah bagian yang paling penting di mata
ahli bedah. Banyak orang mengerti jika dengan tidak sengaja menyebabkan
kerusakan sekecil apapun pada otak, maka konsekuensinya sangat besar.
Tetapi hal yang terlihat sebagai prestasi
paling berani dalam pengobatan modern, anehnya adalah prosedur yang juga sudah
dipergunakan dalam sejarah kuno. Pembedahan – suatu praktek membuka atau
membuat lubang pada tengkorak – ini adalah praktek yang sudah dilakukan
orang-orang di seluruh dunia selama ribuan tahun.
Tengkorak-tengkorak yang pernah dibedah
telah ditemukan di beberapa daerah berbeda di dunia, termasuk dalam ‘Dunia
Baru’ sisa dari kultur pra-Colombia, dimulai dari penemuan spesimen Peru pada
1863.
Contoh lain adalah penemuan tengkorak
dengan bekas bedah ganda berumur 5000 tahun di Prancis dari periode Neolithic
(Jaman Batu Baru). Bukti keberhasilan bedah tengkorak ini sangat jelas dan
individu itu terus hidup setelah menjalani operasi kronis tersebut.
Melihat sejarah yang lebih tua, lebih
banyak bukti praktek pembedahan juga ditemukan dari periode Mesolithic (Jaman
Batu Pertengahan), antara 10.000 dan 5.000 tahun lampau. Tengkorak bekas bedah
yang paling tua ditemukan di Ukraina pada 1966, dan tengkorak itu berumur 8.020
dan 7.620 tahun – yaitu dari jaman ketika kebanyakan ahli arkeologi percaya
bahwa manusia baru saja pindah dari tinggal di gua ke rumah.
Lebih dari sekedar pengobatan
Yang pasti, dari tingkat kesulitan
prosedur itu bisa disimpulkan suatu derajat ke-trampilan medis yang tinggi,
meskipun sebagian ahli antropologi juga menghubungkannya dengan ritual mistik,
dilihat dari banyaknya bekas tengkorak bekas bedah yang ditemukan di beberapa
tempat. Di Baumes-Chaudes, Prancis, dari 350 tengkorak diperiksa, ditemukan 60
tengkorak yang bekas bedah.
Dengan jumlah tengkorak bekas bedah yang
cukup besar, sebagian orang berpikir bahwa ini adalah suatu ‘kehormatan’ yang
diberikan kepada segmen populasi tertentu. Contohnya para Firaun dari Mesir,
mereka akan menjalani bedah tengkorak beberapa kali dalam hidup karena suatu
kepercayaan agar jiwa mereka akan lebih mudah untuk meninggalkan tubuh-tubuh
mereka setelah kematian.
Dewasa ini, para dokter medis menempuh
metode yang sulit ini hanya untuk mengurangi tekanan dari tengkorak pasien dan
mengeringkan pendarahan, selain itu biasanya tidak ditempuh metode itu
mengingat resikonya yang tinggi. Bagaimanapun juga yang berpendapat orang kuno
punya pertimbangan selain dari keperluan medis untuk membuka kepala.
Sementara ada beberapa orang menganggap
nenek moyang kita menggunakan pembedahan untuk menyembuhkan penyakit mental –
bertujuan untuk membebaskan otak pasien dari siksaan hantu dan roh yang merasuk
– peneliti lainnya mengatakan pembedahan tengkorak masa lampau adalah suatu
cara untuk menawarkan pengalaman spiritual yang sangat menggembirakan.
Kepercayaan semacam itu masih berlaku hingga sekarang.
Pada tahun 1962, Orang Belanda Bart Hughes
menerbitkan Mechanism of Brainblood volume, mengatakan bahwa dengan melubangi
tengkorak, volume otak darah meningkat. Dengan demikian, Hughes percaya
individu yang melakukan hal ini dapat meningkatkan kesadaran mereka, dengan
suatu kesadaran lebih tinggi mendekati kesadaran seorang anak dengan ‘soft
spot’nya.
Dengan berdiri diatas kepala atau
mengonsumsi tumbuh-tumbuhan yang dapat meningkatkan aliran darah ke otak,
kondisi yang serupa dapat dicapai untuk sementara. Tetapi Hughes lebih tertarik
dengan kondisi yang lebih permanen dibanding hanya dengan tumbuh-tumbuhan,
karena itu dia melakukan prosedur ini pada dirinya sendiri pada 1965.
Beberapa orang juga mengikuti langkah
Hughes; contohnya seniman Amanda Feilding yang merekam proses bedahnya sendiri
di dalam suatu dokumen berjudul Heartbeat in the Brain.
Peralatan bedah
Dalam beberapa praktek medis kuno, jika
suatu pasien menderita sakit kepala karena tumor, dokter akan menggunakan alat
untuk mengetuk bagian-bagian kepala tertentu. Ketika orang itu mengeluh
kesakitan, praktisi medis akan merasa yakin bahwa tumor telah ditemukan.
Kemudian operasi itu dilaksanakan memberi
pasien anestetik primitif. Spesialis akan memotong kulit kepala lalu meretakkan
tulang dengan alat bedah sederhana dan berhati-hati agar tidak membuat
kerusakan pada otak pasien.
Bagaimana mereka memotong dan mengambil
bagian tulang adalah suatu misteri, karena tengkorak terbukti tidak gampang
dilubangi.
Begitu operasi selesai dilakukan (mungkin
di bawah kondisi sangat steril), lapisan kulit lembut akan dijahit kembali.
Sepanjang tidak ada implan modern, bagian tengkorak yang retak tidak bisa
disisipkan kembali, dan akhirnya kulit baru akan tumbuh di atas lubang.
Inca kuno mempunyai pisau yang disebut
tumi untuk melakukan prosedur pembedahan. Bentuk tumi yang sekarang banyak
digunakan sebagai lencana itu, diadopsi dari Akademi Pembedahan Peru, memegang
peranan yang tinggi sebagai satu bagian penting dari kebudayaan Inca kuno, dan
digunakan secara ekstensif untuk mempromosikan turisme di Peru.
Fitur mata pisau yang sukar dimengerti
oleh seorang manusia dengan satu hiasan kepala yang rumit, berdiri di puncak
menyerupai suatu pisau berbentuk sekop. Obyek sakral ini mempunyai suatu
sejarah bahwa bahkan mendahului peradaban Inca. Pada 2006, 12 tumi ditemukan
dalam satu kompleks pemakaman pra-Inca kuno di Peru.
Hippocrates mengusulkan pembedahan
tengkorak bagi luka-luka di kepala, dan Yunani kuno mempunyai beberapa
peralatan untuk melaksanakan prosedur tersebut. Salah satunya adalah terebra
berbentuk ‘t ‘, yang cara kerjanya hampir menyerupai alat bor primitif.
Sementara peradaban Mesir kuno dapat
bangga dengan peralatan medisnya yang relatif maju. Para peneliti percaya bahwa
mereka melakukan pembedahan otak dengan sebuah palu dan pahat.
Sebuah fakta yang menarik untuk dicatat
dalam prosedur peradaban Mesir kuno adalah terdapatnya seorang yang berfungsi
sebagai ‘hemostatic’ (agen yang berfungsi untuk menghentikan pendarahan).
Pengobatan spesialis kuno ini memiliki kekuatan yang diduga dapat menghentikan
pendarahan dengan menghadirkannya di dalam ruang operasi.
Bedah medis ini telah berkembang lebih
dari 10.000 tahun, jauh melampaui prosedur pengobatan standar modern. Akan
tetapi sebagian besar komunitas medis dengan tegas mengeluarkan larangan
terhadap keinginan kuat pembedahan yang dianggap tidak perlu, dikarenakan dapat
terjadi beberapa resiko kematian.
Meskipun euphoria tuntutan pembedahan
jaman sekarang mendukung permintaan tegas atas hasil penembusan tengkorak,
banyak profesional medis memperhitungkan bahwa manfaat yang telah
diperhitungkan tidak mungkin terjadi dan memiliki resiko yang tak berarti.
Jadi bagaimanakah asal mula pembedahan
medis dan siapakah dokter bedah pertama? Apakah begitu banyak orang jaman kuno
benar-benar mencari cara pengobatan untuk meredakan sakit kepala yang hebat,
atau apakah susunan spesimen penting yang ditemukan di seluruh dunia tersebut mengatakan
bahwa nenek moyang kita memiliki motivasi lain untuk dapat melalui resiko
operasi tersebut? (rob)
Sumber: Majalah Arkeologi Indonesia