Kegiatan Taksonomi sebagai fondasi dan
harus diteruskan dengan penelitian yang lebih strategis agar potensinya segera
dapat diketahui bagi kepentingan masyarakat. Untuk mengakselasi kegiatan
penelitian strategis ini, maka kerjasama strategis dengan peneliti termasuk
peneliti di negara maju dapat dilakukan. Pakar taksonomi sudah seharusnya juga
berkomunikasi dengan ahli dan pakar lain agar potensi takson yang dipelajarinya
dapat segera terungkap. Rasa saling percaya diantara berbagai pakar harus
dibangun dan crisis of mutual trust yang menghantui kita para ahli harus
dikikis habis ( Sukara,2007).
Pada rekrutmen pegawai tahun 2008, LIPI
akan merekrut ahli taksonomi muda sebanyak mungkin karena obyek penelitian
taksonomi masih terbuka luas sekali bagi peneliti Indonesia. “Ilmu taksonomi
sangat diperlukan dalam dunia penelitian dan belum banyak peneliti LIPI yang
menekuni bidang taksonomi,” ujar Kepala Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia
(LIPI) Prof Dr Umar Anggara Jenis melalui keterangan resminya, Sabtu (23/8/2008).

Tidak benyak ilmuan atau lulusan Biologi
yang menekuni bidang Taksonomi Tumbuhan. Minimnya jumlah Taksonom di Indonesia
padahal maih banyak Takson yang belum diteliti. Hal in salah satu penyebabnya
adalah Taksonomi Tumbuhan merupakan ilmu yang dianggap terbilang sulit. Untuk
menjadi seorang ahli Taksonomi diperlukan bukan hanya minat tapi diperlukan
juga kerja keras.Ada pandangan bila menjadi seorang ahli Taksonomi Tumbuhan
kehidupannya tidak akan terjamin padahal anggapan seperti itu tidaklah benar. Yang
jelas Indonesia sangat membutuhkan ahli Taksonomi Tumbuhan sebanyak-banyaknya
mengingat bahwa Indonesia dikenal dengan biodivesrsitasnya yang sangat
tinggi.Solusi yang paling realistis untuk menanggulangi erosi sumber daya
genetik yang terus terjadi adalah dengan melakukan konservasi genetika.
Kegiatan ini berupa pengelolaan koleksi dan pemeliharaan pusat-pusat sumber
daya daya genetik yang mewakili spektrum keanekaragaman genetik, termasuk
didalamnya koleksi kultivar lokal tradisional dan kerabat liarnya.(Brown,1978).
Apabila tidak ingin dipandang seblah
mata oleh pakar-pakar bidang lain, taksonomi mau tidak mau harus dapat
menyelesaikan penanganan keanekaragaman hayati dan genetikanya selaras dengan
kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi. Teknologi yang telah ada harus
dimanfaatkan. Data dan informasi yang diperoleh dengan teknik-teknik
konvensional tetap dan pasti sangat berguna namun pakar taksonomi juga harus
menyadari bahwa saat ini informasi dan data molekular sangat dibutuhkan oleh
pengguna khususnya para pemulia tanaman. Evaluasi dan karakterisasi yang
menghasilkan data keanekaragaman genetika berdasarkan marka-marka molekuler
seperti RFLP, RAPD dan mikrosatelit, pemetaan gen maupun sidik jari DNA
ditunggu para pemulia tanaman sebagai modal dasar dalam perakitan kultivar
baru. Data dan informasi yang telah terakumulasi kemudian disintesis untuk
memata-matai proses evolusi dan hubungan kekerabatan dan hasilnya dapat
digunakan sebagai acuan dalam kegiatan rekayasa genetika.
Perlu dipahami bahwa taksonomi dan
biosistematika bukan ilmu yang dapat menyelasaikan semua permasalahan dalam
lingkup biologi. Dalam hal pengelolaan sumber daya genetika ini sudah
semestinya taksonomi dan biosistematika bekerjasama dengan disiplin ilmu yang
lain. Ilmu itu berkembang sehingga pusat kepentingan akan berubah bergantung
pada arah perkembangan dan kebutuhan terhadap ilmu. Pada awal perkembangan
biologi, taksonomi menempati garis depan karena prioritas ilmu pada waktu itu
adalah mengenali unit-unit hayati. Sekarang kebutuhannya berbeda, oleh karena
itu taksonomiwan (termasuk didalamnya biosistematikawan) harus menyadari
pergeseran nilai ini dan menyesuaikan posisinya dengan perkembangan yang ada
(Adisoemarto & Suhardjono 1997).
Baca Juga:
Ilmu Taksonomi Tumbuhan